BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan di
dunia ini bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Suatu ketika manusia akan mengalami kesusahan, dilain
waktu ia akan menikmati kebahagiaan. Begitu pula di satu waktu ia akan
diselamatkan oleh Allah dari musibah, dilain waktu ia tidak bisa menghindari
dari musibah tersebut.
Musibah adalah
suatu keniscayaan yang melanda semua manusia, baik secara perorangan maupun
kelompok. Perasaan takut, lapar, kekurangan harta, jiwa, sampai kekurangan
buah-buahan yang dibutuhkan, selalu menyertai mereka yang terkena musibah. Hal
ini secara tegas Allah gambarkan dalam surat al-Baqarah ayat 155-157
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ
مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ
عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
(157(
'Dan sesungguhnya akan Kami berikan
cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa,
dan buah-buahan, dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan inna lillahi
wa inna ilaihi raji′un. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna
dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.' (QS
Al-Baqarah (2): 155-157).
Dalam ayat lain
Allah memberikan peringatan secara tegas kepada manusia yaitu:
أَحَسِبَ
النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2)
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ
صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)
“Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah
beriman, sedang mereka tidak diuji lagi ?. Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS.
Al-Ankabut:2-3).
Maka dalam
makalah ini penulis akan membahas tentang hadits musibah sebagai penghapus
dosa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teks
Hadits
قَالَ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى إِلَّا حَاتَّ
اللَّهُ عَنْهُ خَطَايَاهُ كَمَا تَحَاتُّ وَرَقُ الشَّجَرِ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya,
melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang
mengugurkan daun-daunnya”. (HR. Bukhari)
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ لِي
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلْتَ عَلَى مَرِيضٍ
فَمُرْهُ أَنْ يَدْعُوَ لَكَ فَإِنَّ دُعَاءَهُ كَدُعَاءِ الْمَلآئِكَةِ. رواه إبن
ماجة
Umar Ibn Khattab berkata,
"Rasulullah bersabda kepadaku, "Ketika engkau menjenguk orang yang
sakit, mintalah dia berdoa untukmu, karena doa orang yang sakit seperti doa
para malaikat." (HR Ibn Majah)
B.
Hadits
penguat
إذا أحب الله عبدا
إبتلاه ليسمع تضرعه
“Jika Allah mengasihi
Hamba-Nya, maka ia menurunkan cobaan padanya untuk mendengar permohonannya” (HR.
Baihaqi dari Abu Hurairah).
C.
Analisa
Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dalam jam’u sahih-nya berarti tidak diragukan lagi tentang
kesahihannya.
D.
Kandungan
Hadits
Kandungan dari hadits pertama
menegaskan bahwa orang mukmin yang terkena penyakit atau musibah lalu ia
bersabar atas musibah tersebut dan senantiasa ia berikhtiar dengan maksimal,
maka Allah akan menyediakan pahala yang sangat besar yaitu gugur/ hilangnya
dosa-dosa yang pernah ia lakukan seperti bergugurannya dedaunan.
Adapun dari hadits yang
diriwayatkan oleh Ibn Majah Rasulullah memberikan gambaran lebih hebat lagi
yaitu ketika beliau (Rasulullah) memberikan anjuran kepada Umar Ibn Khattab
untuk meminta do’a dari orang yang sedang sakit karena do’a orang yang sedang
sakit tersebut cepat diijabah oleh Allah SWT beliau tamtsil-kan seperti do’a
malaikat.
Nabi Muhammad menganjurkan
untuk menjenguk orang yang sakit. Ada hikmah tersendiri yang dapat direnungi
yaitu kesadaran akan pentingnya nikmat sehat yang diberikan Allah kepada kita.
Oleh karena itu, mumpung belum
sakit gunakanlah nikmat kesehatan ini dengan sebaik mungkin untuk beribadah
kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Bila sakit sudah menimpa kita,
maka ibadah kita menjadi kurang sempurna. Bila salat pada waktu sehat bisa
dengan berdiri, maka kalau sakit kita hanya bisa salat dengan duduk atau
berbaring. Nikmat sehat inilah yang sering kita abaikan. Biasanya, ketika sakit
barulah kita sadar bahwa sehat itu sangat penting dan mahal harganya.
Dan Allah telah megaskan dalam
surat al-Baqarah yang berbunyi :
إِنَّ
الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنْكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا
اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُوا وَلَقَدْ عَفَا اللَّهُ
عَنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ (155) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ كَفَرُوا وَقَالُوا لِإِخْوَانِهِمْ إِذَا ضَرَبُوا فِي
الْأَرْضِ أَوْ كَانُوا غُزًّى لَوْ كَانُوا عِنْدَنَا مَا مَاتُوا وَمَا قُتِلُوا
لِيَجْعَلَ اللَّهُ ذَلِكَ حَسْرَةً فِي قُلُوبِهِمْ وَاللَّهُ يُحْيِي وَيُمِيتُ
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (156) وَلَئِنْ قُتِلْتُمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِمَّا
يَجْمَعُونَ (157)
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka
mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqarah : 155-157).
Sakit dan musibah yang menimpa seorang
mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul
Qayyim berkata : “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung
dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal
kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk
akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang
sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya
tentu lebih dari sekedar gambaran ini”.
Orang
yang beriman ketika menghadapi apapun yang ditakdirkan Allah kepadanya,
menganggapnya sebagai suatu kebaikan. Jika ia ditimpa kesusahan dan kesempitan
hidup, maka ia sabar terhadap takdir Allah tersebut. Di samping itu, ia mencari
jalan keluarnya dan mengharap pahala dari Allah . Sikap yang demikian itu baik
baginya, sebab dengan kesabaran itu dia mendapatkan ganjaran bagi orang-orang
yang bersabar.
Jika
dia mendapatkan kenikmatan, baik nikmat agama seperti ilmu dan amal shalih,
maupun nikmat dunia seperti harta, anak, dan istri, dia bersyukur kepada Allah.
Ketika ia bersyukur kepada Allah, maka yang demikian itu baik baginya.
Sedangkan
orang kafir, dia selalu dalam keburukan. Jika mendapatkan kesusahan dia tidak
sabar tapi mengumpat, melakukan sumpah serapah, mencela waktu, mencela zaman
dan bahkan mencela ketetapan Allah .
Sikap
sabar dan bersyukur pada seorang mukmin menjadikan Rasulullah begitu kagum dan
terkesan kepadanya. Bila manusia mewujudkan kedua sikap ini, maka mereka dapat
meraih dan menggapai kebahagiaan hidup. Dengan sikap sabar beban dan masalah
yang menimpanya menjadi ringan, bahkan ia ridha dan berhati lapang terhadap
segala ketetapan dari Allah . Sebab segala apa yang ditakdirkan Allah
mengandung kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya.
E.
Sikap
Ketika Ada Musibah
Dalam menyikapi sakit dan musibah
tersebut, berikut ini ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang
muslim :
1. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa
Ini adalah hikmah terpenting sebab
diturunkannya sakit dan musibah. Dan hikmah ini sayangnya tidak banyak
diketahui oleh saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Acapkali kita
mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh
kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir
Allah. Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam
itu. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya
Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan
kasih sayang dari Allah Ta’ala. Walaupun demikian, apabila seorang mukmin
ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Dan
yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara
yang dilarang agama
2. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah
Allah berfirman :
مَا
أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ
مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22)
“Tiada
suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid :
22).
مَا
أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ
قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang
menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah” (QS. At-Taghaabun : 11).
3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan Musibah
Apabila sakit dan musibah telah
menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan ridho terhadap takdir Allah Azza
wa Jalla, dan harapkanlah pahala serta dihapuskannya dosa-dosanya sebagai
ganjaran dari musibah yang menimpanya. Allah berfirman :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ
مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ
عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
(157)
“Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi
roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh :
155-157).
Hikmah lainnya dari sakit dan musibah
adalah menyadarkan seorang hamba yang tadinya lalai dan jauh dari mengingat
Allah -karena tertipu oleh kesehatan badan dan sibuk mengurus harta- untuk
kembali mengingat Robb-nya. Karena jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit
atau musibah barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa,
dan ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ia kembali kepada Allah
dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa kepada-Nya. Allah
berfirman :
وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ
وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ (42)
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu,
kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan
supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. (QS. Al-An’aam :
42).
Sakit dan musibah merupakan pintu yang
akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya ia sangat membutuhkan Allah.
Tidak sesaatpun melainkan ia butuh kepada-Nya, sehingga ia akan selalu
tergantung kepada Robb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan
dan menyerahkan segala bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada
Allah semata.
F.
Makna
Filosofis Sebuah Muslibah
1. Allah
Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk
mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Kalau
seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka
(karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi
Allah Ta’ala. Jadi musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit
itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang
tinggi di sisi Allah Ta’ala
2. Allah
Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk
menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya,
karena Allah Ta’ala mencintai hamba- Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya
dalam semua keadaan, susah maupun senang.
3. Allah
Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk
menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allah
Ta’ala sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah
keistimewaan surga yang sangat jauh berbeda keadaannya dengan dunia Allah
Ta’ala menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal
abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga
kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia,
maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hatinya
akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi
kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa setiap jika ia mendapatkan musibah atau bencana ia akan segera
mensikapinya dengan sabar dan senantiasa terus berikhtiar dengan maksimal,
karena ia mempunyai keyakinan yang kuat bahwasannya setiap musibah yang terjadi
padanya Allah pasti akan memberikan pahala yang sangat besar sebagaimana yang
diungkapkan oleh Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Bukhari (2000), Ringkasan Sahih Bukhari,
Bandung : Mizan.
Imam Nawawi (2003), Syarh Sahih Muslim. Beirut:
Dar El Kutub Al Ilmiyah
Imam Ibn Majah, (t.th) Sunan Ibn Majah,
Program Kutub at-Tis’ah
Depag RI, (2005) Al-Qur’an dan Terjemahan,
Semarang : Toha Putera
Muhammad Saifuddin (2005), Adab Ketika Ditimpa Musibah,
Jakarta : Gema Insani Press.
Jika ingin file makalahnya, langsung download DISINI !!! :D