Untuk kali ini saya akan berbagi makalah mengenai "Perbandingan Makan Orang Beriman Dengan Orang Kafir". Semoga makalah ini bermanfaat !!! Aamiin hehehe
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pemaknaan sekaligus pemahaman atas hadis merupakan problematika
tersendiri dalam diskursus hadis. Pemaknaan hadis ditentukan tehadap hadis yang
telah jelas validitasnya minimal hadis tersebut dikategorikan hasan.
Pemahaman hadis merupakan sebuah usaha untuk memahami matan Al-Hadis dengan
tepat serta mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan
dengannya.Indikasi-indikasi yang meliputi matn hadis akan memberikan
kejelasan dalam pemaknaan hadis apakah akan dimaknai secara tekstual ataukah
kontekstual dan apakah suatu hadis termasuk kategori universal, temporal atau
lokal.
Rasulullah SAW
memiliki cara-cara tersendiri dalam menyampaikan hadits, adakalanya Ia
menyampaikan dengan bahasa yang tegas, tak jarang juga ia menyampaikan dengan
bahasa yang sarat akan makna, dengan bahasa yang penuh dengan kiasan dan inilah
yang disebut majaz.
Dalam kaitannya dengan
adanya majaz dalam hadis, para ulama’ (ulama muhaddits) telah menyusun berbagai
macam cara dan atau ilmu bagaimana seharusnya hadis-hadis yang memakai kiasan
tersebut dipahami, Methode apa saja yang dipakai dalam memahami hadis-hadis
tersebut diataranya adalah adanya ilm Majaz Al hadis.
Dalam makalah
ini, penulis sedikit ingin ikut berkecimpung dalam membahas salah satu hadis
dari beberapa hadis nabi yang disampaikanNya dengan kiasan, yakni “Usus mukmin
berbeda dengan usus kafir”. Dalam penulisan makalah ini penulis menyertakan
beberpa methode dan perbedaan antara makna hakiki dengan makna majazi serta
beberapa aspek yang terkait dengannya.
B.Perumusan Masalah
1.
Bagaimana
kajian hadits tentang perbandingann makan orang beriman dengan orang kafir?
2.
Bagaimana
maksud hadits tentang perbandingan makan orang beriman dengan orang kafir?
3.
Bagaimana
asbabul wurud hadits tentang perbandingan makan orang beriman dengan orang
kafir?
C.tujuan Makalah
1. ingin mengetahui kajian hadits tentang perbandingan makan
orang beriman dengan orang kafir.
2.
Ingin
mengetahui maksud hadits tentang perbandingan makan orang beriman dengan orang kafir.
3.
Ingin
mengetahui asbabul wurud hadist tentang perbandingan makan orang beriman dengan
orang kafir.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KAJIAN HADIS
Salah satu hadits yang berbicara mengenai usus orang mukmin bebeda dengan orang kafir
ketika makan yakni hadits yang diriwayatkan oleh Al bukhari:
حَدَّثَنَا سليمان بن حرب حَدَّثَنَا شعبه عن عدي بن ثابت
عن ابي حازم عن ابي هريره ان رجلا كان يأ كل اكل كثيرا فأسلم فكان يأ كل اكل قليلا
فذكر ذالك للنبي صلى الله عليه وسلم فقال ان الْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى
وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاء
Artinya: sulaiman bin Harb menceritakan kepada kami , syu’bah menceritakan kepada
kami
yang diperoleh dari ‘Ady bin tsabit, yang berasal dari Abu Hazim yang
berasal dari Abu Hurairah (menuturkan), bahwa ada seseorang yang makan banyak
(pada akhirnya) lalu Ia masuk islam, kemudian Ia berubah menjadi makan sedikit,
hal ini disampaikan kepada Nabi Saw maka Nabi SAW berkata:
orang yang beriman itu makan dengan satu usus sedangkan orang kafir makan
dengan tujuh usus”.( HR Bukhari)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim:
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﺣُﺭَﻴْﺮَﺓَ٬ ﺃَﻦَّ ﺮَﺠُﻼً ﻜَﺎﻦَ ﻴَﺄْﻜُﻝُ
ﺃَﻛْﻼً ﻛَﺜِﻴْﺭًﺍ٬ ﻓَﺄَﺳْﻟَﻢَ ﻓَﻛَﺎﻦَ ﻴَﺄْﻜُﻝُ ﺃَﻛْﻼً ﻘَﻟِﻴْﻼً؛ ﻓَﺫُﻛِﺮَ
ﻟِﻟﻨَّﺑِﻲَِ ﺹ٬ ﻓَﻗَﺎﻝَ : ((ﺇِﻦَّ اﻟْﻣُﺆْﻣِﻧِﻴْﻥَ ﻳَﺄْﻛُﻞُ ﻓِﻲ ﻣِﻌًﻰ ﻮَاﺣِﺪٍ٬
ﻮَﺍﻟْﻜَﺎﻔِﺭَ ﻳَﺄْﻛُﻞُ ﻓِﻲ ﺳَﺑْﻌَﺔٍ ﺃَﻣْﻌَﺎﺀٍ)).
“Dari
Abu Hurairah ra. berkata: Ada seseorang makan sangat banyak, kemudian ia masuk
Islam maka ia makan sedikit, hal itu diberitakan kepada Nabi saw., maka sabda
Nabi saw.: ((Sesungguhnya seorang mu’min makan dengan satu usus, sedang si
kafir makan dengan tujuh usus)).” (HR. Bukhari Muslim)
MAKSUD HADITS
Maksud hadits tersebut merupakan gambaran ridhonya seorang mukmin dengan yang
sedikit di dunia dan tamaknya orang kafir dengan berbanyak-banyak urusan dunia.
Azzamakhsyari berkata, yang lebih masyhur adalah ini merupakan kekhususan
(pengecualian) bagi orang-orang beriman atas sedikitnya makan dan memelihara
diri dari kekenyangan yang bisa membuat keras dan kotornya hati, dan menjaga
dari syahwat kebinatangan, dll dari segala bentuk keburukan.
ASBAABUL WURUUD
Hadits ini
asalnya disampaikan oleh Rasulullah saw. ketika seorang bukan Islam yang hadir
atas jemputan baginda dihidang dengan perahan susu kambing. Tetamu tersebut
minum perahan itu lalu meminta tambah, lalu diperahkan lagi untuknya. Dia minum
dan meminta tambah lagi, begitulah seterusnya sehingga perahan ke tujuh. Pada
keesokan harinya dia memeluk Islam lalu Rasulullah menjamu dia dengan perahan
susu kambing. Dia minum sehingga habis namun apabila di jamu dengan perahan
kedua, dia tidak meminumnya. Melihat itu Rasulullah saw. bersabda :
“Orang mukmin
makan dengan satu usus manakala orang kafir makan dengan 7 usus.”
B. TAHKRIJ AL HADITS
Setelah
dilakukan proses takhrij berkenaan dengan hadis tadi, dapat kita jumpai bahwa
ternyata ada hadis lain yang bernada sama dengan hadis di atas.
1.
Dalam shahih Muslim masing-masing dengan nomor hadits 3839, 3840, 3841 terdapat
tiga hadits yang serupa makna maupun lafadznya:
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ
الْمُثَنَّى وَعُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالُوا أَخْبَرَنَا يَحْيَى وَهُوَ
الْقَطَّانُ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي
سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ وَالْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ و حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي ح و حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ
قَالَا حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ
وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ
أَيُّوبَ كِلَاهُمَا عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ الْبَاهِلِيُّ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ وَاقِدِ بْنِ
مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ نَافِعًا قَالَ رَأَى ابْنُ عُمَرَ
مِسْكِينًا فَجَعَلَ يَضَعُ بَيْنَ يَدَيْهِ وَيَضَعُ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ
فَجَعَلَ يَأْكُلُ أَكْلًا كَثِيرًا قَالَ فَقَالَ لَا يُدْخَلَنَّ هَذَا عَلَيَّ
فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
إِنَّ الْكَافِرَ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ وَابْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُؤْمِنُ
يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ و
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي
الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِمِثْلِهِ وَلَمْ يَذْكُرْ ابْنَ عُمَرَ
C.
PEMAHAMAN
HADIS; Antara Hakikat dan MAjaz
Bahasa arab seringkali menggunakan ungkapan dalam bentuk majaz (kiasan
atau metafor). Dalam ilmu bhalaghah dinyatakan bahwa ungkapan dalam bentuk
majaz lebih berkesan ketimbang dalam bentuk hakiki (makna sebenarnya). sebab
rasul adalah orang arab yang menguasai balaghah ( retorika). Adapun Rasulullah
SAw adalah seorang penutur bahasa arab yang sangat menguasai balaghah.
Ucapan-ucapannya adalah bagian dari wahyu maka tidak mengherankan jika dalam
hadis-hadisNya beliau banyak menggunakan majaz untuk mengungkapkan maksud
beliau dengan cara yang sangat mengesankan.
Adapun yang termasuk majaz adalah majaz ilughawi, aqli,
isti’arah, kinayah dan berbagai ungkapan lain yang tidak menunjukkan makna
sebenarnya secara langsung tetapi hanya dapat dipahami dengan pelbagai indikasi
yang menyertainya baik yang bersifat tekstual autaupun kontekstual. Termasuk
didalamnya adalah percakapan imjiner yang dinisbahkan kepada
binatang-binatang, burung-burung, Benda-benda mati, serta makna-makna
abstrak tertentu.
Menurut yusuf Al Qaradhawi, pemahaman terhadap hadits-hadis bersimbolik merupakan sebuah keharusan karena jika tidak, akan mudah
tergelincir pada kekeliruan dalam memaknai hadits karena pemahaman yang tekstual akan terjebak pada pemahaman yang
parsial dan tidak konprehensif. Untuk hadits yang tidak bisa dipahami secara tekstuual
maka haruslah dipahami secara kontekstual.
1. Penjelasan hadis
Dalam ilmu Anatomi tubuh,
Struktur tubuh manusia, darimanapun asal usul dan apapun agamanya memiliki
kesamaan komponen anggota tubuh, baik struktur luar maupun dalam, manusia
memiliki kepala, tangan, kaki, rambut, hati, jantung, limpa, paru-paru dan
termasuk usus. Akan tetapi jika melihat Secara literal, hadits
diatas menjelaskan tentang adanya perbedaan usus antara orang mukmin dengan
ususnya orang kafir ketika makan, yakni dikatakan dalam hadits; orang kafir
memilki tujuh usus sedangkan orang mukmin memilki satu usus.
Sementara
versi dalam redaksi yang lain adalah seorang kafir datang bertamu kerumah Nabi
SAW, kemudian dijamu dengan perahan susu kambing, lalu diminum. Orang tersebut
minta tambahan susu lagi, sampai tujuh kali minum dan beberapa hari kemudian Ia
masuk islam, lalu Nabi menjamu dengan susu kambing perah(persis seperti ketika
masih kafir). Ketika diberi tambahan lagi minuman Ia tidak meminunya. Dan
ketika itu Nabi SAW bersabda: “Orang mukmin minum dengan satu usus sementara
orang kafir minum dengan tujuh usus” yang tentunya hal ini bertentangan dengan ilmu anatomi tubuh tersebut dan jika kita
melihat realita yang ada bahwa setap manusia yang pada hakikatnya tidak akan
bebeda dalam penciptaan anatara satu sama lain.
Pada hakikatnya, hadis tersebut tidak menjelaskan secara keilmuan
tentang struktur jumlah usus dalam diri manusia, akan tetapi hadis tersebut
mengandung muatan style kebahasaan yang sangat bagus nan indah, yakni
dengan menggunakan uslub (gaya bahasa) kiasan atau metafora (majaz) oleh
karena pemahaman yang tepat untuk memahami hadis tersebut adalah dengan
pemahaman majazi.
Hadis Nabi tersebut menjelaskan tentang perbedaan karakter atau sifat
antara orang kafir dan mukmin, bukan menginformasikan tentang perbedaan usus
mukmin dan kafir yang memiliki konstruksi yang berbeda.
Oleh karenanya pemahaman yang bisa diambil dari hadis tersebut adalah
pemahaman majazi yakni orang mukmin mempunyai karakter tidak berlebihan
(sedikit) dalam soal makan sedangkan orang kafir mempunyai karakter berlebihan, jadi hadis tersebut bermakna” (dalam soal sifat berlebihan makan
seolah-olah) orang mukmin (ibaratnya) makan dengan satu
usus sedangkan orang kafir (seolah-olah) makan dengan tujuh
usus”.
Hal yang senada, Prof. Dr. Suhudi Ismail mengungkapkan bahwa Perbedaan
usus dalam matan hadits tersebut menunjukkan perbedaan sikap atau pandangan
terhadap nikmat Allah SWT, termasuk tatkala makan. Orang yang beriman memandang
makan merupakan salah satu dari upaya untuk melangsungkan kehidupan sebaliknya
orang kafir menganggap makan dan segala yang berbentuk materi merupakan tujuan dari hidupnya.
Karenanya orang yang beriman mestinya tidak banyak menuntut dalam
kemewahan dan kelezatan makan karena yang banyak menuntut kemewahan dan
kelezatan pada umumnya adalah orang kafir.
kesimpulan ini
dapat dirunut dari karakter dalam budaya bertamu bagi seorang mukmin yang harus
menjaga etika bertamu dan etika makan. Seorang mukmin yang bertamu kepada
seseorang secara etika, tidak baik dan meyalahi budaya bertamu manakala meminta
tambahan jamuan yang dihidangkan oleh tuan rumah. Lebih tidak etis lagi bila meminta
tambahan sampai enam kali sehingga genap dengan tujuh kali makan. Semestinya
orang mukmin memelihara ajaran islam tentang etika tersebut. Berbeda dengan
orang kafir yang dalam budaya bertamu tidak menjunjung etika dan aturan umum,
karenanya Nabi SAW menyindir dan mengibaratkan orang kafir dengan orang mukmin
dalam hadis tersebut.
Argument
diatas diperkuat dengan analisis korelasional redaksional yang tercantum dalam matn
hadis versi riwayat Imam muslim. dalam kisah orang kafir yang bertamu
sajian yang dihidangkan oleh Nabi adalah minuman susu kambing perah sehingga
orang kafir meminum susu tersebut (fa Syariba hilabaha). Sedangkan
komentar nabi ketika dia (tamu) sudah masuk islam disaji minuman untuk kedua
kalinya agar diminum lagi tapi tidak diminumnya .
Komentar nabi
dalam hadis ini dengan menggunakan kata “minum” bukan “makan”. Dengan demikian
analisis korelasional-redaksional ini dapat diketahui bahwa hadis ini
diungkapkan dengan menggunakan formula stilistika bahasa bebentuk majazi,
sehingga diartikan dengan makna kiasan bukan dengan makna hakiki. Hal
senada hampir sama terjadi dalam ungkapan bahasa Indonesia ketika melihat orang
makan dengan porsi yang tinggi (menyalahi kelaziman) orang tersebut dikatakan
dengan sindiran “ususnya Orang itu panjang”yang maknanya tidak berarti
panjang dalam pengertian sebenarnya, tapi mengandung pengertian “banyak”. Sama
halnya dengan ungkapan “Yusri melihat harimau kemudian lari seribu langkah”
“Tujuh”; Antara Ilmu Matematika
dan ‘Ilm Majaz Al Hadis
Kalimat “tujuh
usus” dalam hadis tersebut bukan bertujuan untuk menyebut tujuh seperti yang
kita kenal dalam ilmu matematika tapi kalimat tujuh dalam hadis tersebut
bermaksud untu menyebut jumlah yang banyak. Menurut persepektif kebahasaan, penyebutan angka tersebut
bukan bertujuan al-tahdid (pembatasan) melainkan al-taktsir (jumlah
yang banyak). Makna ini berangkat dari tradisi atau kultur orang arab yang
menyebut jumlah banyak dengan tujuh atau tujuh puluh. Kalimat-kalimat
yang senada (menggunakan majazi) dapat pula kita jumpai dalam Al Qur’an seperti
firman Allah SWT:
Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi
mereka (adalah sama saja). kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh
puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka.
yang demikian itu adalah Karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
Dan juga dalam surat Al baqarah ayat 261: “Perumpamaan nafkah yang
dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki.
dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”
Surat luqman ayat 27:
öqs9ur $yJ¯Rr& ’Îû ÇÚö‘F{$# `ÏB >otyfx© ÒO»n=ø%r& ãóst7ø9$#ur ¼çn‘‰ßJtƒ .`ÏB ¾Ínω÷èt/ èpyèö7y™ 9çtø2r& $¨B ôNy‰ÏÿtR àM»yJÎ=x. «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# ̓tã ÒOŠÅ3ym ÇËÐÈ
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya
tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah[1183]. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam ayat Al-Qur’an diatas digunakan penyebutan bilangan tujuh dan tujuhpuluh
secara eksplisit dengan bahasa tamtsil atau majaz yang memiliki makna jumlah
yang banyak (li al-taktsir). Hal ini sesuai dengan dengan kultur orang
arab pada saat itu manakala membahasakan tradisi yang berkembang terhadap
fenomena hitungan yang sangat banyak dengan ungkapan (kebanyakan) “angka tujuh”
atau tujuhpuluh, dalam konteks inilah Al-Qur’an turun dengan bahasa kaumnya (bilisan
qaumihi) sangat relevan untuk dikemukakan.
Pola penggayaan Al-qur’an seperti itu juga dipakai Nabi dalam
menyampaikan hadisnya kepada umatnya yang juga sering dijumpai dengan memakai
kalimat tujuh, tujuhpuluh, tujuhpuluh tiga dan sebagainya untuk menyampaiakan
suatu hal yang jumlahnya banyak bahkan sangat banyak yang tidak diartikan
secara riill sebagaimana yang dikenal dalam dunia hitung menghitung.
2.
Beberapa Hikmah
Dari hadis ini dapat diketahui bahwa pebedaan yang mencolok antara kafir
dengan mukmin adalah adanya perbedaan sikap atau pandangan terhadap nikmat
Allah SWT, termasuk tatkala makan. Hal ini dapat dilihat pada orang mukmin
dikala mendapat nikmat dan karunia Allah SWT selalu akan ditindak lanjuti dan
sekaligus memiliki sifat syukur. syukur akan karunia dan nikmat yang
dilimpahkan padanya, hal ini dipicu dengan adanya semangat dan gharizah
(naluri) dalam diri pribadi masing-masing dan disamping itu orang yang beriman
sadar akan adanya balasan bagi hamba yang bersyukur dan begitupula bagi orang
yang kufur. firman Allah SWT:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"
Dari ayat ini dapat dipahami adanya balasan tersendiri dari Allah SWT
bagi orang yang syukur dan begitu juga sebaliknya. Meminjam kata KH.Abdullah
gymnastiar: Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, sesungguhnya ia
telah membuka jalan hilangnya nikmat dari dirinya. Akan tetapi
barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka sungguh ia telah memberi ikatan
yang kuat pada kenikmatan Allah itu.
Disamping adanya rasa syukur dalam diri orang mukmin, dapat juga
dilihat perbedaan dengan orang kafir dikala makan. Ketika makan umat islam
senantiasa berdo’a sebagaimana yang telah diajarkan dan dipraktikkan Rasulullah
SAW baik itu sebelum dan sesudah makan. Ketika hendak
makan, kita memohon agar rezeki yang kita nikmati selalu diberkahi Allah SWT.
Kita makan bukan sekadar mengobati rasa lapar dan memenuhi selera semata, tapi
juga untuk menjaga ketaatan kepada Allah SWT Dan dengan makan itu kita berharap
bisa konsisten dalam ketakwaan.
Dengan mengikuti tata cara Rasulullah maka segala amal yang kita perbuat
akan mendapat berkah dari Allah SWT begitu juga halnya dengan makan. berkah
yang dimaksudkan disini adalah setiap suapan nasi atau tegukan minuman, akan
membawa kebaikan bagi kita di dunia dan akhirat. Dibawah ini penulis memaparkan beberapa tatacara dan adab-adab
sebagaimana Rasulullah SAW makan:
Dikala makan Rasulullah tidaklah berlebihan ( israf ), berkenaan dengan hal ini ada beberapa hadis yang
menyatakan bahayanya makan dengan terlalu berlebihan, di ataranya sabda Nabi
Saw: Allah telah memberikan wahyu kepada musa bin imran dalam taurat sebagai
berikut: sesungguhnya sumber segala dosa itu ada tiga, yaitu: takabbur, dengki,
dan tamak. Dari ketiga hal tersebut, lahirlah enam sumber dosa yang lain
sehingga jumlahnya menjadi Sembilan sumber dosa yakni: makan terlalu kenyang,
terlalu banyak tidur, gemar berleha-leha cinta harta benda senang dipuji-puji,
gila kedudukan atau pangkat. Dalam Al
qur’an juga disinyalir bahaya bagi orang yang suka berlebihan: انه لايحب
المسرفين
Artinya: sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang suka berlebihan
Memulai dengan
doa dan ucapan basmalah, dan mengakhirinya dengan doa pula, tidak mencela
makanan, menggunakan tangan kanan, sambil duduk, serta tidak tergesa-gesa.
Selain itu, beliau pun menyebut pula beberapa cara makan yang diberkahi. Antara lain, dimulai dari pinggir, serta
menjilat jari (setelah makan). Rasulullah SAW bersabda, "Berkumpullah
kalian menikmati makanan dan sebutlah nama Allah, kalian akan diberkahi
padanya" Rasul pun memerintahkan untuk menjilat jari karena kita
tidak tahu mana di antara makanan itu yang mengandung berkah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemahaman atas hadits-hadis bermajaz merupakan sebuah keharusan
karena jika tidak, akan mudah tergelincir pada kekeliruan dalam memaknai hadits karena pemahaman yang
tekstual akan terjebak pada pemahaman yang parsial dan tidak konprehensif. Untuk hadits
yang tidak bisa dipahami secara tekstual maka haruslah dipahami secara
kontekstual.
Dapat diketahui bahwa pebedaan yang mencolok antara kafir dengan mukmin
adalah adanya perbedaan sikap atau pandangan terhadap nikmat Allah SWT,
termasuk tatkala makan. Hal ini dapat dilihat pada orang mukmin dikala mendapat
nikmat dan karunia Allah SWT selalu akan ditindak lanjuti dan sekaligus
memiliki sifat syukur. syukur akan karunia dan nikmat yang dilimpahkan padanya.
Disamping adanya rasa syukur dalam diri orang mukmin, dapat juga dilihat
perbedaan dengan orang kafir dikala makan. Ketika makan umat islam senantiasa
berdo’a sebagaimana yang telah diajarkan dan dipraktikkan Rasulullah SAW baik
itu sebelum dan sesudah makan. Ketika hendak makan, kita memohon agar rezeki
yang kita nikmati selalu diberkahi Allah SWT. Kita makan bukan sekadar
mengobati rasa lapar dan memenuhi selera semata, tapi juga untuk menjaga
ketaatan kepada Allah SWT Dan dengan makan itu kita berharap bisa konsisten
dalam ketakwaan.
B. PENUTUP
Kiranya demikianlah makalah yang dapat penulis sajikan Namun sangatlah
berlebihan jikalau makalah ini dikatakan sempurna,karena penulis sendiri masih
merasakan banyaknya kesalahan dan kekurangan. Karenanya
sangat diharapkan apresiasi dari pembaca berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun sebagai bahan koreksi untuk makalah dan ataupun tulisan mendatang.
Jika kalian ingin filenya, langsung saja download DISNI !!! :D